Memuat...

Profesi, Profesional dan Profesionalisme Seorang Pustakawan

Profesi dan Okupasi

       Profesi memiliki arti kata pekerjaan atau sebuah sebutan pekerjaan, terutama pekerjaan yang memerlukan pendidikan atau pelatihan. Istilah “profesi” biasa digunakan untuk mengacu pada jenis pekerjaan tertentu. Namun demikian, perlu dicatat bahwa istilah profesi tidaklah begitu saja dapat disamakan dengan pekerjaan, karena ada jenis-jenis pekerjaan tertentu, khususnya yang berkaitan dengan jabatan seseorang dalam organisasi, yang tidak biasa atau kurang tepat untuk disebut sebagai profesi. Pekerjaan seorang presiden, menteri, atau pejabat negara lainnya, misalnya, tidak biasa disebut sebagai profesi, meskipun presiden atau pejabat tersebut barangkali memangku jabatannya seumur hidup.

       Jack Halloran (1978) membedakan pekerjaan (occupation) dan profesi (profession) berdasarkan status sosial jenis-jenis pekerjaan. Menurutnya, usaha-usaha untuk memprofesionalkan pekerjaan adalah usaha untuk mendapat pengakuan sosial yang lebih tinggi dari pekerjaan tersebut. Kadang-kadang sifat dari suatu pekerjaan menuntut pengakuan sosial yang lebih tinggi.

Pada tahun 1933, Carr-Saunders dan Wilson menulis buku yang kemudian dinilai sebagai cikal-bakal karya tulis tentang profesi. Menurut kedua pakar tersebut, pekerjaan yang dapat dikategorikan sebagai profesi antara lain teknik arsitektur, teknik mesin, teknik kimia, akuntansi, dan riset. Selain itu, Saunders dan Wilson juga menekankan aspek organisatoris dari profesi. Profesi, menurut mereka, perlu diorganisasi, sebab dengan begitu orang-orang yang memiliki profesi tersebut akan dapat mempertanggungjawabkan pengetahuan dan teknologi yang dikuasainya secara kolektif organisatoris.

       Apabila dilacak dari akar sejarahnya, walaupun istilah profesi baru muncul dan semakin intens penggunaannya pada era modern, sejak zaman Yunani klasik orang sudah mempraktikkan substansinya. Pada waktu itu orang telah mengadakan pembedaan antara pekerjaan yang sifatnya honorable dan pekerjaan yang useful. Pekerjaan yang honorable banyak dilakukan oleh kalangan aristokrat yang umumnya lebih banyak waktu luangnya dibandingkan masyarakat biasa. Pekerjaan jenis ini tidaklah menuntut imbalan materi, sebab yang diperlukan dari kalangan ini adalah rasa hormat yang diperoleh dari kemampuan olah pikirnya. Dari kalangan inilah kemudian muncul pekerjaan, seperti filsafat, arithmatika, astronomi, dan lain-lain.

     Berbeda dari pekerjaan honorable, pekerjaan useful dilakukan oleh masyarakat biasa sebagai usaha untuk mendapatkan nafkah segera. Pekerjaan jenis ini selain membutuhkan keterampilan teknik tertentu juga akan memberikan kemanfaatan langsung bagi banyak orang. Pekerjaan yang masuk kategori jenis ini adalah teknik bangunan, kesenian, pengobatan, dan pekerjaan-pekerjaan praktis lainnya. Pekerjaan useful inilah yang dalam perkembangannya, khususnya setelah ilmu dan teknologi berkembang dengan pesat, justru mendapat status yang cukup tinggi di kalangan masyarakat dan orang yang menekuninya memberi predikat pekerjaan-pekerjaan ini sebagai profesi.

       Dewasa ini pekerjaan-pekerjaan yang dapat disebut sebagai profesi tidak lagi terbatas yang teknis dan praktis, tetapi juga pekerjaan-pekerjaan lain yang abstrak-teoretis. Oleh karena itu tidaklah mengherankan, apabila orang menyebut pekerjaan-pekerjaan, seperti guru, pengacara, wartawan, dan sebagainya, sebagai profesi. Berdasarkan sejarah pemakaiannya, istilah profesi biasa digunakan untuk mengacu pada pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan keterampilan atau keahlian khusus, yang dilakukan sebagai pekerjaan utama, dalam artian bahwa pekerjaan-pekerjaan tersebut bukan sekadar hobi atau pekerjaan sampingan. Profesi dengan demikian bukanlah pekerjaan itu ansich, tetapi juga berkaitan dengan orang yang menjalaninya.

Istilah Profesional Sebagai Kata Sifat

     Profesi berkaitan dengan profesional artinya segala sesuatu yang berkaitan dengan atau merupakan bagian dari profesi. Istilah “profesional” biasa dipergunakan baik sebagai kata benda (noun) maupun kata sifat (adjective). Sebagai kata benda, istilah tersebut menunjuk pada orang-orang yang memiliki profesi tertentu. Namun perlu dicatat bahwa penggunaan istilah profesional dalam pengertian ini biasanya ditujukan bagi para pengusaha pada umumnya dan orang-orang yang memiliki keterampilan dan pengetahuan tertentu yang menyebabkan mereka memiliki kualifikasi untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. Pengetahuan dan keterampilan tersebut biasanya diperoleh melalui pelatihan-pelatihan (training) khusus dan di sertifikasi melalui ujian-ujian yang diselenggarakan oleh suatu asosiasi profesional.

       Sementara itu, sebagai kata sifat istilah profesional menunjuk pada mutu kinerja seseorang atau sekelompok orang dalam menjalankan pekerjaannya. Profesional lebih merupakan nilai atau norma yang dijadikan patokan apakah seseorang dapat bekerja dengan baik atau tidak.

       Sebagai kata sifat, istilah profesional juga digunakan untuk menunjukkan sifat pekerjaan yang dikerjakan, dalam artian bahwa pekerjaan tersebut dilakukan sebagai sumber penghasilan utama. Pengertian ini menjadi sangat jelas bila kita membuat perbedaan antara pekerjaan yang profesional dan yang amatir(an), khususnya di dunia olah raga dan hiburan. Seorang olahragawan yang amatir adalah yang bermain atau bertanding sekadar untuk memuaskan hobi, sedangkan olahragawan yang profesional adalah mereka yang memanfaatkan keahliannya berolahraga sebagai sarana untuk menghasilkan uang.

Profesionalisme Pustakawan

       Kita juga mengenal istilah profesionalisme. Profesionalisme berasal dari kata profesional yang mempunyai makna, yaitu berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994). Sedangkan profesionalisme adalah tingkah laku, keahlian atau kualitas dan seseorang yang profesional (Longman, 1987). “Profesionalisme” adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Profesionalisme berarti “The expertness characteristic of a professional person”, kalimat tersebut mempunyai arti “karakteristik kemahiran dari seorang profesional” maka apabila Anda berkarier dalam hal apapun, tunjukan sikap profesionalisme diri Anda. 

       Pada umumnya orang menggunakan istilah profesionalisme untuk menunjukkan etos kerja yang profesional. Seseorang atau sekelompok orang yang memiliki profesionalisme tinggi dapat dinilai bahwa orang atau kelompok orang tersebut memiliki dedikasi dan komitmen yang tinggi atas pekerjaan dan komunitas yang terkait dengan pekerjaannya tersebut.

       Dengan pengertian tersebut, profesionalisme dapat dipandang pula sebagai spirit atau bahkan sikap hidup yang dimiliki individu dan/atau kelompok yang menempatkan pekerjaan sebagai hal yang perlu dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan seoptimal mungkin. Profesionalisme akan menentukan reputasi dan masa depan pekerjaan seseorang, sebab dengan menjunjung tinggi sikap hidup ini maka rasa hormat dan kepercayaan orang lain akan semakin meningkat, yang berarti juga akan meningkatkan nilai diri dan imbalan (reward).

       Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekal keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan -- serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan tersebut -- untuk dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999). Dengan demikian, seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) didalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk membedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/atau kekayaan materiil.

       Lebih lanjut Wignjosoebroto (1999) menjabarkan profesionalisme dalam tiga watak kerja yang merupakan kegiatan pemberian “jasa profesi” (dan bukan okupasi) ialah bahwa:
  1. Kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil;
  2. Kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, eksklusif dan berat;
  3. Kerja seorang profesional – diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral – harus menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama di dalam sebuah organisasi profesi.
    Ketiga watak kerja tersebut mencoba menempatkan kaum profesional (kelompok sosial berkeahlian) untuk tetap mempertahankan idealisme yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang dikuasai bukanlah komoditas yang hendak diperjual-belikan sekedar untuk memperoleh nafkah, melainkan suatu kebajikan yang hendak diabdikan demi kesejahteraan umat manusia. Kalau di dalam pengamalan profesi yang diberikan ternyata ada semacam imbalan (honorarium) yang diterimakan, maka hal itu semata hanya sekedar “tanda kehormatan” (honor) demi tegaknya kehormatan profesi, yang jelas akan berbeda nilainya dengan pemberian upah yang hanya pantas diterimakan bagi pekerja upahan saja.

      Sementara itu, para sosiolog berpendapat bahwa profesi itu merupakan pekerjaan yang memenuhi persyaratan tertentu. Carr-Sander (1933) dalam kuliahnya di Oxfort University berpendapat bahwa profesi mulai berkembang pada masa revolusi industri. Revolusi ini telah menimbulkan berbagai jenis pekerjaan baru – yang disebut sebagai profesi – yang diperlukan oleh masyarakat yang harus dilaksanakan secara khusus. Ia mendefinisikan istilah profesional dalam pengertian skill atau keterampilan dan latihan khusus, bayaran, atau gaji minimum, pembentukan asosiasi profesional, dan adanya kode etik yang mengatur praktek profesional.

       Profesi merupakan jenis pekerjaan tetap dan penuh. Artinya, profesi merupakan pekerjaan yang layanannya diperlukan oleh masyarakat atau menyelesaikan masalah yang mereka hadapi atau memenuhi kebutuhan mereka secara terus menerus. Tanpa layanan tersebut anggota masyarakat akan terganggu kehidupannya.

       Orang yang melaksanakan profesinya dengan mengikuti norma dan standar profesi disebut sebagai profesional. Sedangkan, istilah profesionalisme menunjukkan ide, aliran, isme yang bertujuan mengembangkan profesi, agar profesi dilaksanakan oleh profesional dengan mengacu kepada norma-norma, standar dan kode etik serta memberi layanan terbaik kepada klien.

Beberapa ciri dari profesionalisme adalah mempunyai:

  1. Keterampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidangnya.
  2. Ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan.
  3. Sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya.
  4. Sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya.

     Kalau menyimak perkembangan profesi, timbul tanda tanya apakah pustakawan dapat digolongkan ke dalam profesi atau tidak. Hal ini tergantung pada kemampuan dan tanggapan pustakawan terhadap profesi dan jasa yang diberikan pustakawan serta pandangan masyarakat itu sendiri terhadap pustakawan. Di Indonesia, pemerintah menghargai pustakawan sebagai tenaga profesional. Dengan adanya jabatan fungsional pustakawan terbuka lebar kesempatan dan pengakuan terhadap profesionalisme pustakawan.

     Profesionalisme pustakawan mengandung arti pelaksanaan kegiatan perpustakaan yang didasarkan pada keahlian, rasa tanggung jawab dan pengabdian, mutu hasil kerja yang tidak dapat dihasilkan oleh tenaga yang bukan pustakawan, serta selalu mengembangkan kemampuan dan keahliannya untuk memberikan hasil kerja yang lebih bermutu dan sumbangan yang lebih besar kepada masyarakat pemakai perpustakaan.

  Keahlian merupakan dasar dalam menelurkan hasil kerja yang tidak sembarang orang dapat menghasilkannya, dan dengan keahlian ini pustakawan diharapkan dapat memecahkan masalah yang tidak dapat dipecahkan oleh orang lain. Tanggung jawab, dalam arti bahwa kegiatan yang dilakukan pustakawan tidak hanya sekedar melakukan tugas rutin, tetapi melakukan kegiatan yang bermutu dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan lewat prosedur kerja yang benar.

   Pengabdian berarti bahwa pustakawan melakukan kegiatan perpustakaan bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kepentingan masyarakat pemakai perpustakaan pada khususnya serta kepentingan nusa dan bangsa pada umumnya. Dalam hubungan ini, pustakawan dituntut pula untuk mengikuti secara terus menerus serta menyesuaikan kegiatannya dengan perkembangan keperluan pemakainya serta tujuan pembangunan.

       Pengembangan keahlian, mensyaratkan bahwa pustakawan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya untuk menjamin kemutakhiran keahliannya. Dengan keahlian yang makin meningkat, pustakawan profesional akan mampu memberikan hasil dan mutu kerja yang berbobot. Daya nalar dan cakrawala wawasan pustakawan juga akan makin meningkat serta sumbangannya kepada nusa dan bangsa pun akan makin besar. Dengan ciri-ciri pustakawan profesional tersebut maka tidaklah perlu disangsikan adanya dukungan dan pengakuan terhadap kegiatan perpustakaan serta pekerjaan pustakawannya.

       Profesi merupakan pekerjaan khusus dan dengan persyaratan tertentu. Tidak semua pekerjaan merupakan profesi. Dalam hal ini Lynn (1965) menyatakan: “A Profession delivers esoteric services based on esoteric knowledge systematically formulated and applied to the needs of client”. Suatu profesi menyajikan pelayanan yang hanya dilakukan oleh orang tertentu yang secara sistematis diformulakan dan diterapkan untuk memenuhi kebutuhan para pelanggannya. Dengan demikian tidak semua pekerjaan disebut profesi dan tidak semua orang mampu melaksanakan suatu profesi.

       Profesional disini tidak sekedar mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik seperti halnya tukang tambal ban yang katanya profesional. Istilah ini pun berbeda dengan penerapan profesional dalam dunia olah raga, seperti petinju profesional, yakni petinju bayaran yang memang hidupnya tergantung dari bayaran bermain tinju maupun olah raga lain. Dalam hal ini berlawanan dengan kata “amatir” yang menjadikan tinju sebagai hobi.

       Kinerja profesional adalah kinerja yang memerlukan syarat intelektual dan bukan melulu keterampilan. Dengan demikian, apabila pustakawan baru mampu melakukan pekerjaan fisik semata mestinya tidak semudah itu mengaku sebagai tenaga yang profesional, sebab syarat intelektual itu memerlukan ilmu pengetahuan dan sains tertentu.

Abraham Flyner seperti yang dikutip Kleingater (1967) menyatakan bahwa suatu profesi itu minimal harus memenuhi beberapa syarat, yaitu merupakan:
  1. Pekerjaan intelektual, yakni melakukan kegiatan yang merupakan intelegensia yang bebas pada suatu masalah dengan tujuan untuk menguasai dan memahaminya.
  2. Pekerjaan praktek, tugas-tugas itu tidak hanya berupa teori-teori akademis, akan tetapi dapat diterapkan/dipraktekkan.
  3. Pekerjaan keilmuan, yaitu didasarkan pada ilmu pengetahuan yang berasal dari suatu cabang ilmu pengetahuan.
  4. Sistematis, yakni memiliki standar dan prosedur pelaksanaan, serta memiliki parameter hasilnya.
  5. Pekerjaan altruisme, yakni jenis kegiatan yang menitik beratkan pada kepuasan masyarakat yang dilayaninya dan bukan sekedar mencari kepuasan diri.

       Pustakawan sebagai profesi semula memang menimbulkan pro dan kontra. Ilmuwan yang meragukan profesi pustakawan beralasan bahwa ilmu perpustakaan masih diragukan sebagai cabang ilmu pengetahuan itu sendiri karena dianggap masih miskin teori. Bahkan, sosiolog William J. Goode (196) berpendapat bahwa kepustakawanan tidak akan pernah mencapai pada derajat profesi. Beliau berargumentasi bahwa pustakawan sangat lemah dalam mempengaruhi sikap pelanggannya. Disamping itu, dinyatakan bahwa gambaran masyarakat terhadap pustakawan masih rendah. Masyarakat datang/mengunjungi perpustakaan karena mereka itu butuh buku/ informasinya dan bukan semata-mata butuh pustakawannya. Hal ini berbeda dengan profesi dokter yang memang diperlukan adalah keahlian dokternya itu dan bukan rumah sakitnya. Demikian pula halnya dengan profesi-profesi yang lain.

Menurut Tjitropranoto (1995) melihat tantangan masa depan, peluang yang ada dan masalah yang dihadapi saat ini maka kualitas pustakawan yang diharapkan di masa datang adalah sebagai berikut:
  1. Dalam menjalankan tugasnya mempunyai kemampuan untuk berorientasi kepada keperluan pemakai perpustakaan. Tenaga yang bertugas di perpustakaan harus dapat memenuhi keperluan pemakai perpustakaan atau bukan mempersulitnya.
  2. Memiliki kemampuan berkomunikasi sehingga dapat dengan mudah mengidentifikasi keperluan pemakai.
  3. Memiliki kemampuan teknis dibidang perpustakaan paling sedikit setara dengan pendidikan sarjana muda (diploma 2) dibidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi.
  4. Dapat berbahasa asing khususnya Bahasa Inggris terutama untuk memudahkan berhubungan dengan dunia internasional.
  5. Mampu mengembangkan teknik dan prosedur kerja dibidang perpustakaan.
  6. Mampu memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk keperluan pengembangan perpustakaan.
  7. Mampu melaksanakan penelitian dibidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi secara mandiri.

       Kemampuan-kemampuan tersebut tidak dapat diharapkan muncul dengan sendirinya ataupun berdasarkan pengalaman bekerja di perpustakaan, tetapi harus dilakukan melalui suatu kegiatan pembinaan yang intensif dan secara berkelanjutan.

       Profesi Pustakawan sebenarnya telah lama muncul hampir sama dengan profesi-profesi lain. Cukup banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa profesi pustakawan ini sudah lama ada, misalnya saja pada tahun 669-636 SM di Babilonia dan Assyria telah disimpan 10.000 tablet tanah liat karya Ashurbanipal raja Assyria. Demikian pula, di Mesir pada tahun 367-283 SM telah berdiri perpustakaan paling besar, yaitu di Aleksandria yang didirikan oleh Ptelomeus yang memiliki koleksi lebih dari 400.000 buah. Perpustakaan-perpustakaan tersebut dikelola dengan baik oleh tenaga-tenaga yang profesional maupun para ahli ilmu pengetahuan.

       Profesi (profession) berbeda dengan pekerjaan (occupation), sebab suatu profesi memerlukan penguasaan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan tinggi, memiliki organisasi, berorientasi pada jasa dan memiliki kode etik. Seorang profesional harus mampu melaksanakan tugasnya secara mandiri dan adanya kendali organisasi profesi terhadap orang yang ingin berkecimpung dalam bidang tersebut serta berkarya dalam bidangnya (Sulistyo-Basuki, 1994). Tugas-tugas kepustakawanan dapat diakui sebagai profesi mengalami diskusi panjang karena memang semula ada yang berpendapat bahwa pekerjaan itu tidak layak sebagai profesi. Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh Pierce Butler (1961) yang meragukan pengetahuan perpustakaan sebagai suatu cabang ilmu karena tidak mampu mengemukakan teori, karena adanya teori ini merupakan prasyarat suatu ilmu pengetahuan. Disamping praktek kepustakawanan terlalu mudah dan cepat untuk dipelajari (Wirawan, 1993).

Bagaimana Pustakawan memenuhi syarat sebagai profesi? Para ilmuwan sependapat bahwa suatu profesi merupakan pekerjaan yang memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan profesi tersebut antara lain dapat Anda baca alamat akun berikut ini (Noorika Retno Widuri),

Oleh: Drs. Purwono, M.Si.



Profesi Pustakawan 107991270117072150

Catat Ulasan

Anda bisa menyisipkan komentar gambar atau video, menggunakan:

[video]youtubelink[/video]
[img]imagelink[/img]

emo-but-icon

Laman utama item

Bacaan lainnya